Pilar
I : KPMM Risiko Kredit
A. Pendekatan
Terstandardisasi
Dalam pendekatan ini, bank menggunakan
metode kalkulasi sebagaimana digunakan dalam kesepakatan basel I. jumlah
keseluruhan aktiva tertimbang menurut risiko sbb :
ATMR = Jumlah Eksposur x
Bobot Risiko
Kategori
aktiva didasarkan pada kategori umum debitur seperti pemerintah, institusi
public, bank dan multilateral
developments banks, perusahaan
komersial, perusahaan sekuritas, retail, perumahan, dan lain-lain.
1. Tagihan
Kepada Pemerintah (claims on sovereign)
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku
tentang KPMM, tagihan kepada dan atau tagihan yang dijamin atau surat berharga
yang diterbitkan atau dijamin oleh pemerintah termasuk Bank Indonesia diberikan
bobot risiko 0%.
Berdasarkan diskresi nasional, bobot
resiko yang lebih rendah dapat diberikan atas eksposur bank kepada
pemerintahnya (atau bank sentral) dalam mata uang domestik dan sumber
pendanaannya juga dalam mata uang yang sama.
2. Tagihan
Kepada Entitas Sektor Publik
Dalam Basel II, kategorisasi entitas sector public (ESP)
secara umum ditetapkan dari kemampuan memperoleh pendapatan. Terdapat
factor-faktor lain yang turut dipertimbangkan antara lain adanya dukungan atau
garansi pemerintah pusat.
Bobot resiko tagihan kepada ESP
ditetapkan sesuai dengan peringkat ESP sebagaimna bobot resiko tagihan kepada
bank dengan maturitas awal lebih dari tiga bulan.
3. Tagihan
kepada bank pembangunan multilateral
Bobot resiko tagihan pada bank
pembangunan multilateral yang memenuhi seluruh kriteria yang ditetapkan dalam
basel II ditetapkan 0%.Bobot resiko tagihan kepada bank for
internationalsettlements (BIS), International monetary fund (IMF), European
central bank (ECB), dan European community (EC) ditetapkan 0%.
4. Tagihan
Kepada Bank
Bobot untuk tagihan kepada bank dengan
maturitas awal sampai dengan tiga bulan ditetapkan dengan batas bawah 20%.
Namun apabila tagihan tersebut di roll over
dan tidak ada aliran kas (cash flow), harus diperlakukan sebagai tagihan
jangka panjang.
5. Tagihan
Kepada Perusahaan (Claims on Corporates)
Definisi tagihan kepada perusahaan
antara lain temasuk tagihankepada perusahaan asuransi,BUMN yang tidak memenuhi
kriteriasebagai ESP dan Badan Usaha Milik Daerah [BUMD]. Berdasarkan
persetujuan Bank Indonesia, bank dapat mengenakanbobot risiko 100% atas seluruh tagihan kepada perusahaan tanpamempertimbangkan
peringkat eksternal sepanjang ditempatkan secarakonsisten.bobot risiko tagihan
kepada perusahaan tanpa peringkat tidak dapatIebih kecil daripada tagihan
kepada pemerintah di mana perusahaantersebut berdomisili.Sebagai bagian dari
supervisory review procces, Bank Indonesia dapatmencitapkan bobot risjko lebih
tinggi dari 100% terhadap tagihan kepadaperusahaan
tanpa peringkat setelah mempertimbangkan pangalamangagal bayar aras
tagihan-tagihan kepada perusahaantanpa peringkat.
6. Tagihan
yang Termasuk dalam Portofolio Ritel (Claims Included in The Regulatory Retail Portfolios)
Bobot risiko untuk tagihan yang
termasukritel dikenakanbobot Diskon 75%
apabila memenuhi Empat kriteria berikut :
a.
Kriteria
orientasi eksposur terhadap perseorangan atau sekelompok orang atau perusahaan
kecil.
b.
Kriteria
produk (product criterion) ekspsur dalam bentuk sebagai
Berikut revolving kredit dan fasilitas
kredit termasuk kartu kredit.
7. Kategori
Aktiva Berisiko Tinggi
Bobot risiko untuk modal ventura
(venture capital) dan penyertaan ditetapkan sebesar 150%. Bank diharaplkan
tetap melakukan seleksi terhadap pembiayaan modal ventura dan dalammelakukan
penyertaan.
8. Aktiva Lainnya (Other Assets)
Bobot risiko emas dan uang tunai
(cash) ditetapkan 0%.bobot risiko kas dalam tagihan ditetapkan 20%. Bobot risiko terstandardisasi
untuk aktiva lainnya ditetapkan. 100%.
9. Rekening
Administratif
Berdasarkan pendekatan
terstadardisasi, komponen rekening administrative akan dikonversikan menjadi
selara dengan eksposur kreditmelalui penggunaan Faktorkonversi kredit.
10. Rekening
Administratif
Berdasarkan pendekatan terstandardasi,
komponen rekening administrative akan dikonversikan menjadi setara eksposur
kredit penggunaan faktor konversi kredit.
B. Pendekatan
berdasarkan Peringkat Internal
DaIam
pendekatan ini bank diperkenankan menggunakan
model intenal mereka dalam menghitungkebutuhan modal. Pendekatan ini
diyakini memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan denganstandartdized approach dan menghasilhn kalkulasi permodalan yang lebih
sesuai dengan profil risiko bank. Asumsi utama dalam pendekatan ini adalah bank
pada dasarnya lebih mengetahui karakter dan kondosi debitur mereka dibandingkan
lembaga pemeringkat.Melalui pendekatan ini, bank dimungkinkan untuk menerapkan
diferensiasi yang lebih tepat untuk masing-masing kategori aktiva mereka.
Dengan kondisi tertentu dan
persyaratan pengungkapan minimum, bank
yang telah memperoleh persetujuan bank Indonesia untuk menggunakan
pendekatan intenal rating dapat menggunakan estimasi internal mereka
atas komponen resiko untuk menentukan kebutuhan modal yang dipersyaratkan atas
eksposur tertentu.
Persetujuan bank Indonesia bagi bank
agar dapat menggunakan pendekatan internal rating secara berkesinambungan
didasarkan pada dua belas aspek yang berhubungan dengan :
1.
Komposisi
persyaratan minimum
2.
Kepatuhan
terhadap persyaratan minimum
3.
Desain
system pemeringkatan
4.
Operasional
sistempemeringkatan risiko
5.
Pengawasan
6.
Penggunaan
pemeringkatan internal
7.
Kuatifikasi
resiko
8.
Valifasi
aatas estimasi internal
9.
Estimasi
pengawas
10. Persyaratan untuk mengakui leasing
11. Kalkulasi beban modal untuk eksposur
ekuitas
12. Keterbukaan informasi
C. Mitigasi
resiko Kredit
Basel II memberikan pengakuan yang
lebih luas terhadap teknik-teknik mitigasi resiko kredit dibanfingkan
kesepakatan basel yang memungkinkan bank untuk mengakui agunan-agunan dalam
bentuk kas, surat utang tertentu.
1. Tranksaksi
Beragunan
Tranksaksi beragunan adalah :
a.
Bank
memiliki eksposur kredit atau potensi eksposur kredit, dan
b.
Eksposur
kredit atau potensi eksposur kredit tersebut dilindungi baik seluruhnya atau
sebagian dengan agunan yang diberikan oleh pihak lawan atau oleh pihak ketiga
atas nama pihak lawan tersebut.
2. On-Balance
sheet netting
On-Balance sheet netting antara
pinjaman dan simpanan hanya dapat dilakukan apabila bank memenuhi
persyaratan.Bank menggunakan nilai bersih eskposur pinajamn setelah dikurangi
pinjaman sebagai dasar untuk kalkulasi kebutuhan modal sesuai dengan formula
untuk transaksi beragunan.
Maturitas kepemilikan sepuluh hari
kerja akan digunakan apabila valuasi nilai wajar dilakukan secara harian dan
seluruh kondisi yang terdapat pada haircut berdasarkan tersandardisasi
pengawasan untuk sepuluh hari kerja.
3. Garansi
Apabila garansi bersifat langsung (direct), ekspilisit, tidak dapat dibatalkan
dan tanpa syarat , bank dapat dipertimbangkan bentuk proteksi kredit tersebut
dalam menghitung kebutuhan modal.
a.
Persyaratan
Operasianal garansi
b.
Tambahan
persyaratan operasional terhadap garansi
c.
Pemberi
garansi yang diakui
d.
Bobot
resiko
e.
Cakupan
resiko
f.
Perbedaan
mata uang
g.
Garansi
pemerintah dan kontra garansi
4. Perbedaan
maturitas
Perbedaan
maturitas terjadi apabila sisa maturitas dari intrumen mitigasi resiko kredit kurang dari eksposur
yang mendasari. Instrumen mitigasi resiko kredit diakui apabila memeliki
maturitas awal minimal satu tahun.
5. Definisi
Maturitas
Maturitas
eksposur dasar dan agunan harus didefinisikan secara konservatif. Maturitas
efektif eksposur dasar harus diukur sebesar sisa maturitas terpanjang sebelum jatuh tempo
kewajiban pihak lawan, dengan memperhitungkan masa tenggang waktu.
Untuk agunan, opsi yang dapat.mengurangimaturitas
lindung nilai harus diperhitungkan sehingga yang digunakan adalah maturitas
efektif terpendek.
D.
Lembaga pemeringkat
1. Lembaga
pemeringkat yang diakui
Dalam
pendekatan terstandardisasi untuk kalkulasi resiko kredit, bank menggunakan
hasil peringkat yang ditetapkan oleh lembaga pemeringkat, yang diakui dalam
menentukan bobot resiko atas eksposur yang dimiliki.
2. Kriteria
Kelayakan
Kriteria
kelayakan digunakan untukn mengidentifikasi lembaga pemeringkat yang mampu
melakukan penilaian kredit secara efisien, berkualitas tinggi, konsisten, dan
baik agar dapat digunakan oleh bank untuk tujuan kalkulasi.
3. Proses
Pemetaan
Bank
Indonesia akan menggunakan peringkat lembaga pemeringkat yang diakui untuk
menentukan bobot resiko dalam
pendekatan terstandardisasidalm kalkulasi resiko kredit dan sekurotisasi, yaitu
menetapkan bobot resiko yang sesuai dengan peringkat.
4. Pemetaan
peringkat resiko untuk pembobotan resiko menggunakan CDR
Pemetaan
hasil peringkat kedalam kategori bobot resiko yang dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu perbandingan antara angka CDR, actual dan CDR yang digunakan
sebagai referensi, serta patokan CDR.
5. Proses
Aplikasi
Pengakuan
lembaga pemeringkat dapat diinisiasi oleh Bank Indonesia, bank yang akan
menggunakan peringkat suatu lembaga pemeringkat atau lembaga pemeringkat yang
bersangkutan.
Dalam
proses pengakuan, Bank Indonesia akan turut mempertimbangkan adanya pengakuan
dari otoritas dari pengawas lain, dan memungkinkan mengandalkan pengakuan yang
sudah ada.
6. Penggunaan
beberapa peringkat
Apabila
penerbit memiliki beberapa peringkat dari lembaga-lembaga pemeringkat yang
diakui, perlakuan yang dilakukan oleh bank adalah sebagai berikut :
a.
Apabila
hanya ada satu peringkat oleh satu lembaga pemeringkat yang dipilih oleh bank
untuk suatu tagihan tertentu.
b.
Apabila
terdapat dua peringkat oleh lembaga-lembaga pemeringkat yang dipilih oleh bank,
yang dimasukkan kedalam kelompok bobot resiko yang berbeda.
c.
Apabila
tiga atau lebih peringkat yang menghasilkan bobot resiko yang berbeda, pemeringkatan akan mengacu pada
dua bobot resiko terendah dan menggunakan bobot resiko yang tertinggi diantara
keduanya.
7. Penggunaan
peringkat surat berharga untuk peringkat penerbit/tagihan lainnya
Apabila
bank melakukan investasi pada suatu instrument berperingkat, bobot resiko
tagihan tersebut akan didasarkan pada peringkatnya. Apabila tagihan bank bukan
merupakan investasi pada suatu instrument berperingkat, berlaku prinsip-prinsip
umum sebagai berikut :
a.
Apabila
penerbit yang sama menerbitkan surat berharga lain yang berperingkat, surat
berharga tersebut dikenakan bobot resiko suatu hasil peringkat sepanjang
keduanya dapat dianggap setara atau bersifat senior dibandingkan surat berharga
yang berperingkat.
b.
Apabila
penerbit memiliki peringkat denga bobot resiko lebih rendah dibandingkan bobot
resiko surat berharga tanpa peringkat, surat berharga tersebut akan dikenakan
bobot resiko yang sama dengan bobot penerbit sepanjang surat berharga tersebut
bersifat senior.
8. Aplikasi
pengakuan di tingkat Group
Untuk
lembaga pemeringkat yang memiliki perusahan anak di berberapa Negara, Bank
Indonesia dapat menerima aplikasi pengakuan secara grup perusahaan, sepanjang
bahwa setiap perusahaan anak mengaplikasi praktik dan prosedur yang ditetapkan
ditingkat grup perusahaan.
9. Peringkat
Tidak Langsung
Bank
Indonesia dapat mengakui secara tidak langsung suatu lembaga pemeringkat
sepanjang Bank Indonesia dapat menerima
bahwa kriteria dan proses pengakuan yang dilakukan oleh otoritas pengawas
Negara lain, antara lain telah sesuai dengan kriteria eligibilitas dalam basel
II.
E.
Sekuritisasi Aktiva
Sekuritisasi adalah teknik yang
digunakan untuk memindahkan resiko kredit dari sekelompok aktiva sekaligus
mendapatkan likuiditas secara bersamaan.Secara tradisional, praktik
sekuritisasi dilakukan deangan memasukkan aktiva-aktiva denga kategori tertentu
kedalam satu kelompok yang selanjutnya dijual dengan menerbitkan sekuritas yang
dijamin dengan kelompok aktiva tersebut.
Karena sekuritisasi dapat dilakukan
dalam berbagai cara, penetapan modal dalam eskposur sekuritisasi harus ditetapkan berdasarkan muatan ekonomis
dibandingkan bentuk legalnya. Hal yang
sama juga harus dilakukan pengawas, yaitu lebih mentikberatkan pada muatan
ekonomis dalam menetapkan apakah hal tersebut termasuk dalam kerangka
sekurutisasi dalam kalukulasi kebutuhan modal bank. Pada intinya, basel II
menekankan bahwa bank harus mengalokasikan modal terhadap bentuk sekuritisasi.
F.
Perbandingan Pendekatan
Terstandardisasi Bank Indonesia dengan Kesepakatan Basel II
1.
Tagihan
kepada Pemerintah
Resiko tagihan
kepada pemerintah dan bank sentral Negara lain, baik dalam mata uang local
maupun mata uang asing sama seperti dalam basel II.
2.
Tagihan
kepada entitas sector public
Bank Indonesia
menetapkan bobot resiko terhadap BUMN yang memenuhi kriteria ESP dalam suatu “watchlist” yang dikinikan secara
berkala mengikuti bobot resiko tagihan kepada bank jangka pendek (jangka waktu
awal < 3 bulan).
3.
Tagihan
Kepada Bank Pembangunan Multilateral
Bank Indonesia
mengikuti Basel II dengan menetapkan bobot resiko sebesar 0%
4.
Tagihan
Kepda Bank
Basel II
memiliki dua opsi, yaitu option 1 melihat bank berdasarkan tempat bank lawan
transaksi didirikan, dan option 2 melihat bank lawan transaksi sebagai individu
perusahaan.
5.
Tagihan
kepada perusahaan sekuritas
Bank Indonesia
menetapkan bobot resiko terhadap tagihan kepada perusahaan sekuritas mengikuti
bobot resiko tagihan kepada perusahaan.
6.
Tagihan
Kepada Perusahaan
Bank Indonesia
menetapkan bobot resiko terhadap perusahaan tanpa peringkat sebesar 100%, Basael
II menetapkan bobot resiko terhadap perusahaan tanpa peringkat sebesar 150%
7.
Tagihan
yang termasuk dalam portofolio ritel
Bank Indonesia
menetapkan bobot resiko untuk tagihan yang termasuk ritel yang memenuhi
kriteria orientasi, produk, granularity, dan eksposur individual bernilai
rendah sebesar 75%. Basel II menetapkan bobot resiko untuk other retail sebesar
75%
8.
Tagihan
beragun rumah tinggal
Bank Indonesia
menetapkan bobot resiko terhadap tagihan beragun rumah tinggal yang ditempati
atau disewakan serta memiliki jaminan tambahan yang melampaui jumlah pinjaman
sebesar 35%.
Sampai dengan
penyempurnaan ketentuan oleh Bank Indonesia, bobot resiko tagihan beragun rumah
tinggal termasuk kredit pemilikan rumah KPR) sebesar 40%.Basel II menetapkan
bobot resiko terhadap tagihan beragun rumah tinggal sebesar 75%.
9.
Tagihan
beragunan Real-Estate komersial
Bank Indonesia
menetapkan bobot resiko terhadap tagihan beragun real-estate komersial sebesar
100% .basel II secara spesifik tidak membahas ini.
10. Kredit Jatuh Tempo
Bank Indonesia
menetapkan bobot resiko bagian kredit yang tidak dijamin yang telah jatuh tempo
lebih dari 90 hari. Stelah dikurangi penyisihan penghapusan aktiva produktif
(PPAP) termasuk write-offs.
11. Kategori Aktiva Beresiko Tinggi
Bank Indonesia
menetapkan bobot resiko untuk modal ventura
dan penyertaan sebesar 150%
12. Aktiva Lainnya
Bank Indonesia
menetapkan bobot resiko eams dan uang tunai sebesar 0%, kas dalam tagihan sebesar
20% dan bobot resiko standar untuk aktiva lainnya sebesar 100%